BAB IPendahuluan
Latar BelakangAkhir-akhir ini
telinga kita mulai akrab dengan dua kata: “
Redenominasi Rupiah.” Sebenarnya apa arti redenominasi
rupiah? Menurut Bank Indonesia,
Redenominasi
adalah menyederhanakan
denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara
mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal
Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada
harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Maksudnya,
kalau hari ini seporsi nasi goreng bisa dibeli dengan harga Rp. 10.000,-. Lalu
besok dilakukan redenominasi tiga digit, dari Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,-. Maka
untuk membeli seporsi nasi goreng kita hanya perlu membayar Rp. 10,- dengan
pecahan mata uang baru.
Tujuan
Tujuan utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih
efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Selain itu, tujuan yang lain
adalah mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Sehingga mata uang rupiah tidak dianggap mata uang murahan oleh negara lain.
Dengan bahasa yang lebih sederhana bisa dikatakan bahwa redenominasi dilakukan
untuk meningkatkan harga diri Indonesia di dunia internasional. Karena selama
ini hanya
ada 3 negara yang pecahan
mata uangnya hingga ribuan, yaitu: Indonesia, Vietnam dan
Zimbabwe.Menurut ekonom UGM, A. Tony
Prasetiono, redenominasi dapat dilakukan bila 2 syarat berikut terpenuhi:
1. Inflasi stabil di bawah 5% selama 4 tahun
berturut-turut.
2. Negara memiliki cadangan devisa 100 – 200
miliar.
Meskipun menurut Wakil Presiden
Boediono, redenominasi rupiah masih menjadi wacana, namun
Bank Indonesia sudah membuat tahapan redenominasi:
1. 2011-2012:
tahap sosialisasi. Bank
Indonesia akan mensosialisasikan redenominasi kepada masyarakat. Semua sistem
akuntansi, pencatatan dan sistem informasi akan disesuaikan secara bertahap.
2. 2013-2015:
tahap transisi. Bank
Indonesia akan menerbitkan pecahan mata uang baru yang nilainya 1.000 kali uang
lama. Dalam tahap ini barang akan diberi dua label, yaitu label harga lama dan
label harga baru.
3. 2016-2018:
tahap penarikan uang lama.
Bank Indonesia akan menarik uang lama. Sehingga diharapkan pada akhir 2018 mata
uang lama sudah tidak beredar lagi.
4. 2019-2020:
tahap pemantapan. Bank Indonesia
akan mengganti uang baru yang bertuliskan “uang baru” dengan uang baru yang
tidak memiliki tulisan baru tersebut. Sehingga diharapkan pada tahun 2021
redenominasi rupiah telah selesai/
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan redenominasi rupiah, yaitu:
1.
Diperlukan
biaya yang besar untuk mencetak uang baru.
2.
Diperlukan
biaya yang besar untuk melakukan sosialisasi.
3.
Pemahaman
masyarakat harus diperbaiki agar jangan sampai masyarakat mengira pemerintah
melakukan sanering.
4.
Eksportir
harus siap. Karena dalam hal terjadi redenominasi, maka yang paling dirugikan
adalah eksportir.
5.
Dari segi
peraturan perundang-undangan juga harus siap, terutama peraturan yang mengatur
mengenai denda.
6.
Dari segi
teknologi juga harus siap. Jangan sampai karena kesalahan sistem komputer bank,
muncul banyak orang kaya baru.
BAB IIPembahasa Redenominasi Pengertian
RedenominasiRedenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah mata uang Pada waktu terjadi inflasi jumlah satuan moneter yang
sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain,
harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika
angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian
karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang
yang harus dibawa, atau karena psikologi
manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar.
Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru
menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang
lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah
inflasi, rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan sepuluh,
seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai
"penghilangan nol".
Contoh-contoh yang terkini antara lain:
Satuan baru
|
=
|
x
|
Satuan lama
|
Tahun
|
Dolar Zimbabwe
|
=
|
1 000 000 000 000
|
ZWR
|
Februari 2009
|
Dolar Zimbabwe ketiga (ZWR)
|
=
|
10 000 000 000
|
ZWN
|
Agustus 2008
|
Dolar Zimbabwe kedua (ZWN)
|
=
|
1 000
|
ZWD (dolar pertama)
|
Agustus 2006
|
Metical Mozambik baru
|
=
|
1 000
|
Metical lama
|
2006
|
Bank Indonesia memandang bahwa keberhasilan
redenominasi sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini tengah dikaji
sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa Negara yang berhasil
melakukannya. Hal-hal tersebut merupakan syarat-syarat untuk melakukan
redenominasi yaitu antara lain :1.2.1.
Inflasi stabil dibawah 5% selama 4 tahun
berturut-turut.Redenominasi yang diwacanakan Bank Indonesia, telah
mendapat persetujuan dari pemerintah. Oleh sebab itu, sebelum rencana itu
terwujud, maka pemerintah harus memperhatikan keadaan ekonomi pada saat ini,
salah satunya adalah inflasi. Jika inflasi stabil di bawah 5 % selama 4 tahun
berturut-turut, maka redenominasi dapat dilakukan.Dengan melihat apa yang telah terjadi pada
sanering, inflasi merupakan faktor penting untuk menjaga kestabilan rupiah.
Jika pemerintah akan melakukan redenominasi tiga tahun mendatang, maka dengan
tingkat inflasi yang stabil, maka redenominasi dapat dilakukan. Secara singkat
inflasi adalah kenaikan harga-harga yang bersifat umum, secara terus menerus
sehingga menyebabkan turunnya nilai uang.Dalam hal ini Bank Sentral juga mempunyai kewajiban
untuk mengatasi jumlah uang yang beredar, hal ini untuk mencegah jangan sampai
uang yang beredar melebihi kebutuhan perekonomian, sehingga akan menyebabkan
inflasi. Di sini fungsi bank sentral adalah untuk menjaga nilai mata uang
jangan sampai merosot, dengan mencegah jangan sampai terlalu tinggi. Seperti yang
sudah diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Bank Indonesia No.3 Tahun 2004 yang
isinya adalah
:a. Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.b. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten,
transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang
perekonomian.”Begitu pula di dalam penjelasannya, disebutkan bahwasannya
kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut adalah
kestabilan terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang Negara lain.
Kestabilan terhadap barang dan jasa diukur dengan perkembangan laju inflasi.
Jadi pemerintah, khususnya Bank Indonesia harus benar-benar memperhatikan hal
itu. Di samping itu, telah jelas bahwasannya adanya Undang-undang tersebut agar
kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia sudah mempertimbangkan dampaknya terhadap
perekonomian nasional.1.2.2.
Stabilitas perekonomian terjaga dan jaminan
stabilitas hargaStabilitas harga juga mempengaruhi terlaksananya
redenominasi dengan baik. Karena pada saat rupiah diredenominasi, maka harga
akan tetap pada harga lama, yang berubah adalah nominal pada rupiah saja. Sehingga
dengan rupiah yang sudah diredenominasi (istilah rupiah baru pada masa
transisi), tidak terjadi lonjakan harga-harga. Karena dengan nominal yang
kecil, bukan tidak mungkin masyarakat akan merasa bahwa barang yang dijualnya
terasa lebih murah dan menaikkan harga. Untuk itu harus ada jaminan stabilitas
harga dari pemerintah sebelum redenominasi itu dilakukan agar stabilitas
perekonomian tetap terjaga.1.2.3.
Kesiapan MasyarakatKesiapan masyarakat sebelum redenominasi dilakukan
merupakan hal yang penting, yaitu pemahaman tentang istilah redenominasi itu sendiri.
Terlebih, untuk kalangan masyarakat yang pernah mengalami masa dilakukannya
sanering pada tahun 1950-an. Sosialisasi ini juga sangat penting dilakukan
untuk masyarakat kalangan bawah yang tidak mengerti rencana pemerintah
tersebut. Misalnya saja dimulai dari keadaan yang mengharuskan masyarakat memakai
dua mata uang rupiah pada masa transisi, mencantumkan dua label harga, dan jika
nanti ada uang pecahan baru yang lebih kecil, maka masyarakat harus bisa menyesuaikan
dengan semua perubahan itu.Pada akhirnya, banyak hal yang harus dipersiapkan
untuk melakukan redenominasi mata uang rupiah tersebut. Walaupun Bank Indonesia
dan juga pemerintah meyakinkan bebagai pihak, bahwasannya redenominasi berbeda
dengan sanering. Karena pada redenominasi hanya nominal uangnya saja yang
berubah dan cara penyebutannya, tidak mengurangi nilai uangnya. Akan tetapi,
tanpa kesiapan yang matang dari berbagai pihak, khususnya sosialisasi kepada
masyarakat akan menyebabkan kekacauan karena kesalahan persepsi.Terkait syarat-syarat redenominasi di atas, maka
biaya dan risiko yang mungkin muncul ketika redenominasi dilakukan, Tarhan
(2006) dalam tulisannya menjelaskan beberapa diantaranya adalah:1) Efek inflasi karena
pembulatan pada harga-harga. Bila dalam contoh rupiah misalnya Rp. 32.500
menjadi Rp 33.2) Biaya perubahan menu
dan administratif, termasuk diantaranya merubah harga pada label.3) Perubahan hukum dan
undang-undang.4) Biaya pencetakan mata
uang baru baik kertas maupun koin, serta surat berharga lainnya.5) Biaya pemusnahan mata
uang rupiah dan koin lama6) Biaya edukasi kepada
public dan iklan layanan masyarakat untuk perubahan tersebut kepada masyarakat
terutama yang berada dipedesaan dimana tingkat pendidikannya rendah serta akses
kepada media dan informasi juga sangat rendah.7) Perubahan software
serta data akuntansi dan neraca8) Efek psikologis karena
tingkat pendapatan yang dirasakan menurun.9) Biaya tambahan pada
ekonomi jika angka nol balik lagi karena inflasi.
1.3. Hubungan Inflasi dengan
Redenominasi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya pada
syarat-syarat redenominasi, salah satunya adalah inflasi harus stabil di bawah
5 % dalam 4 tahun berturut-turut. Tentu hal ini sangat berhubungan erat dengan
redenominasi yang akan dilakukan pemerintah. Untuk itu ada baiknya mengetahui
tentang inflasi.Inflasi menurut Dwi Eko Waluyo adalah merupakan
kecenderungankenaikan harga-harga umum secara terus-menerus.
9 Sedangkan
menurut Manullang, inflasi adalah satu keadaan dimana terjadi senantiasa meningkatnya
harga-harga pada umumnya atau suatu keadaan dimana terjadi turunnya uang.
10 Sedangkan
menurut kamus lengkap perekonomian yang berlangsung secara terus-menerus dari
waktu ke waktu.Menurut Rahardja dan Manurung mengatakan bahwa
inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
berlangsung secara terus-menerus. Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu
kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan pasar
bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang-barang di pasar. Jadi
dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu kenaikan hargaharga pada umumnya
yang berlangsung secara terus-menerus. Bersamaan dengan itu, nilai uang turun
secara tajam sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Artinya telah
terjadi kenaikan harga bila dibandingkan dengan tingkat harga sebelumnya dan
kenaikan harga tersebut menyebabkan harga-harga secara umum naik.Akan tetapi belum dapat dikatakan sebagai inflasi
jika kenaikan harga hanya secara umum naik. Misalnya harga mangga Rp 5000,-
pada saat musim mangga, tetapa naik menjadi Rp 7000,- pada saat tidak musim.
Itu bukan termasuk inflasi, karena bersifat sementara dan tidak menyebabkan
harga barang lain naik. Begitu juga jika kenaikan harga hanya terjadi sesaat. Misalkan
terjadinya kenaikan harga hari ini dibandingkan dengan hari sebelumnya, tetapi
keesokan harinya sudah kembali turun. Biasanya perhitungan inflasi dalam
rentang waktu minimal bulanan, sebab dalam sebulan akan terlihat kenaikan harga
bersifat umum dan terus-menerus. Berbeda halnya dengan kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM). Karena kenaikan BBM merupakan komoditas yang strategis
sehingga menyebabkan harga barang atau komoditas lainnya ikut naik. Berikut
adalah macammacam inflasi, di antaranya adalah:Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu:1) Inflasi ringanInflasi ringan disebut juga
Creeping Inflation. Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung
secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10% pertahun.2) Inflasi sedangInflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan
tingkat laju pertumbuhan berada di antara 10-30% pertahun atau melebihi dua
digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.3) Inflasi beratInflasi berat merupakan inflasi dengan laju
pertumbuhan berada diantara 30-100% pertahun. Pada kondisi demikian
sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh Negara.4) Inflasi sangat beratInflasi sangat berat (
hyper inflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% pertahun yang
timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umum yang berlangsung sangat
cepat. Sebagaimana yang pernah dialami oleh Negara Indonesia pada masa Orde Lama
dan awal Orde Baru. Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara
mencetak uang secara berlebihan.Sedangkan ditinjau dari asal terjadinya, maka
inflasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :1)
Domestic Inflation
Domestic Inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri
(domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya kejutan (
shock)
dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah dalam
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara psikologis berdampak inflator.
Kenaikan harga-harga terjadi secara absolute akibatnya terjadilah inflasi atau
semakin meningkatnya angka (laju) inflasi.2)
Imported Inflation
Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi didalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan
harga dari luar negeri. Kenaikan harga didalam negeri terjadi karena
dipengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri, terutama barang-barang impor
atau kenaikan bahan baku industry yang masih belum dapat diprodukai di dalam
negeri. Inflasi memiliki memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan
masyarakat, menurut Pratama Rahardja dan Manurung yaitu :a) Menurunnya tingkat
kesejahteraan masyarakatInflasi menyebabkan daya
beli masyarakat menjadi berkurang atau malah semakin rendah, apalagi bagi
orang-orang yang berpendapatan tetap. Kenaikan upah tidak secepat kenaikan
hargaharga, maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang
berpendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipil ataupunkaryawan.b) Memperburuk distribusi
pendapatan.Bagi masyarakat yang
berpendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan nilai riil dari pendapatannya
dan pemilik kekayaan dalam bentuk uang akan mengalami penurunan juga. Akan
tetapi bagi pemilik kekayaan tetapseperti tanah dan bangunan dapat mempertahankan
atau justru menambah nilai riil kekayaannya. Dengan demikian inflasi akan
menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan yang berpendapatan tetap
dengan para pemilik kekayaan tetap akan semakin tidak merata.c) Terganggunya stabilitas
ekonomiInflasi mengganggu
stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan atas kondisi dimasa depan (
ekspetasi) para pelaku ekonomi sehingga hal ini akan mengacaukan stabilitas dalam
perekonomian suatu negara, karena akan memunculkan perilaku spekulasi dari masyarakat.Terkait dengan redenominasi yang akan dilakukan
pemerintah, inflasi harus berada dikisaran 5 % selama 4 tahun berturut-turut.
Artinya untuk melakukan redenominasi, tingkat inflasi harus ada pada inflasi
ringan yaitu laju pertumbuhannya lambat 10 % pertahun. Karena selain dampak
yang sudah dijelaskan di atas, terdapat juga dampak lainnya yaitu adanya dampak
inflasi bagi para penabung. Ini menyebabkan orang enggan untuk menabung, karena
nilai mata uang yang ditabung akan semakin menurun.Penabung yang biasanya menghasilkan bunga atau bagi
hasil, tetapi jika tingkat inflasi terjadi masih diatas tingkat bunga yang
diterima oleh penabung, tetap saja nilai mata uang yang akan diterima oleh
penabung akan menurun. Bila orang sudah enggan menabung, maka dunia usaha dan investasi
akan sulit untuk berkembang, karena berkembangnya dunia usaha membutuhkan dana
dari masyarakat yang disimpan di Bank.Terlebih lagi jika inflasi yang terjadi melebihi
itu akan terjadi kenaikan harga-harga pada umumnya dan bukan tidak mungkin redenominasi
akan berubah menjadi sanering. Karena inflasi sulit dikendalikan, sementara akan
ada rupiah baru walaupun nilainya tidak berubah, hanya penulisannya saja. Akan
tetapi tanpa persiapan yang matang dari berbagai pihak khusunya bagi para
penabung akan terjadi kekhawatiran terhadap uang mereka.
Tahapan Pelaksanaan
RedenominasiDalam menerapkan redenominasi, pemerintah Indonesia
dapat melakukan secara bertahap untuk meredam gejolak yang mungkin akan terjadi
di masyarakat. Karena selain efek ekonomi, efek psikologi di masyarakat yaitu
kesiapan masyarakat perlu diperhatikan. Untuk itu Bank Indonesia sudah membuat
tahapan-tahapan redenominasi. Tahapan-tahapan tersebut meliputi:a. 2011 – 2013 : Tahap
sosialisasiBank Indonesia akan mensosialisasikan redenominasi
kepada masyarakat. Yaitu Semua sistem akuntansi, pencatatan, dan sistem
informasi akan disesuaikan secara bertahap. Hal itu untuk mempermudah
masyarakat agar terbiasa dengan rupiah yang baru, dengan angka-angka yang
kecil.b. 2013 – 2015 : Tahap transisiDalam masa ini, nantinya harga barang akan ditulis
dalam dua harga yaitu terdiri atas rupiah lama dan rupiah baru. Misalnya,
barang seharga Rp10.000 akan ditulis dalam dua harga yaitu Rp10.000 dan Rp10
(baru). Uang saat ini akan disebut rupiah lama, yang baru akan disebut rupiah baru.
Selama masa ini, masyarakat akan menggunakan dua mata uang yaitu rupiah lama
dan rupiah baru. Begitu juga untuk pengembalian uang, boleh menggunakan
keduanya. BI juga akan perlahan-lahan mengganti uang rusak rupiah lama dengan
uang rupiah baru.c. 2016 – 2018 : Tahap
penarikan uang lamaBank Indonesia akan menarik uang lama, sehingga
diharapkan pada akhir 2018 mata uang lama sudah tidak beredar lagi.d. 2019 – 2020 : Tahap
pemantapanBank Indonesia akan mengganti uang baru yang
bertuliskan “Uang Baru” dengan uang baru yang tidak memiliki tulisan baru
tersebut sehingga diharapkan pada tahun 2021 redenominasi rupiah telah selesai.
Kata-kata uang baru yang menandakan pengganti uang lama akan dihilangkan. Indonesia
kembali pada rupiah seperti saat ini, namun nilai uangnya lebih kecil. Untuk
mata uang kecil berlaku uang koin dan nilai pecahan sen akan berlaku lagi.Selain itu media diharapkan turut membantu
mensosialisasikan proses dan tahapan redenominasi ini agar masyarakat paham
akan manfaatnya bagi system keuangan dan perekonomian Negara.
Alasan dan tujuan redenominasiBank Indonesia
(BI) berencana melakukan
redenominasi rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp
100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia,
terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun
tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100
miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.(detikfinance, 07082010).
Jadi BI berencana untuk menyederhanakan angka nominal pada mata uang rupiah.
Dengan penyederhanaan ini diharapkan akan lebih memudahkan dalam pencatatan
akuntansi.
BI mengklaim bahwa
sudah sejak lama, walaupun tidak formal, penyederhanaan ini sudah sering
dilakukan di tengah masyarakat, misal dengan menyebut jumlah 1 juta menjadi
seribu, 100 juta menjadi 100 ribu, jadi mengapa tidak di formalkan sekalian?
Selain itu, langkah redenominasi ini dilakukan sebagai persiapan menghadapi pemberlakuan mata uang bersama
ASEAN, tahun 2015 (Ihda Faiz). Dengan penyebutan nominal yang ada, mata uang
rupiah dianggap terlalu mencolok jika dibandingkan dengan nilai mata uang
negara-negara ASEAN. Mata uang rupiah dianggap terlalu tambun, dan sulit untuk
dieja.Dengan nilai
nominal yang ada Muhaimin Iqbal menggambarkan ”kepelitan” wisatawan asing dalam
memberi tips atas kepuasan pelayanan yang diberikan di hotel-hotel. Tidak
jarang tips yang mereka berikan hanya Rp.500 atau Rp.1000, seperti besar
padahal nilainya kecil. Bahkan tidak jarang kembalian taxi yang hanya Rp.500
atau Rp.1000, sampai ditagih, oleh para waisatawan asing tersebut karena
terlihat seolah bernilai besar. Oleh
karena itu redenominasi dilakukan sebagai upaya untuk efisiensi penghitungan
dalam sistem pembayaran.(Junanto Herdiawan, 03082010) selain untuk menjadikan
rupiah lebih setara (tidak harus sama nilainya tetapi tidak terlalu mencolok)
dibanding mata uang negara lain, seperti negara-negara ASEAN, ataupun AS dengan
mata uang dolarnya.(muhammad Iqbal, Ihda
Faiz)1.6. Dampak Redenominasi
Rencana kebijakan redenominasi di Indonesia akan
mempunyai dampak yaitu:a) Dampak positif (manfaat) rencana redenominasiMenurut Bank Indonesia manfaat dilakukannya
redenominasi adalah sebagai berikut:1. Mempermudah transaksi
keuangan karena angka yang kecil dari pada nominal uang.2. Mempermudah perhitungan
pada akuntasi keuangan.3. Meningkatkan
kepercayaan diri dimata dunia Internasional.b) Dampak negatif rencana redenominasi1. Sampai saat ini laju
inflasi belum stabil yaitu pada 2010 inflasi ada pada kisaran 6,96 %. Yaitu
melebihi target pemerintah sebesar 5,3% atau target Bank Indonesia 5%.
Sedangkan tingkat inflasi 2011 berada dikisaran 6,5-7,5%. Yaitu melebihi target
pemerintah 5,3% yang dituangkan dalam APBN 2011.2. Melihat kondisi
masyarakat Indonesia yang perekonomiannya tidak merata, rencana redenominasi
kurang tepat jika dilakukan dalam waktu dekat karena akan merugikan masyarakat
kalangan bawah yang tidak mengerti redenominasi tersebut sehingga akan terjadi
kenaikan harga dari pedagang kecil yang menganggap rupiah semakin kecil akibat
penyederhanaan rupiah tersebut. Dan bukan tidak mungkin jika rencana
redenominasi dianggap sama dengan sanering yang pernah terjadi dulu.
1.7. Rencana Kebijakan
Redenominasi di Indonesia
Rencana kebijakan redenominasi di Indonesia sudah
jelas dalam tahapan pelaksanaan redenominasi, yaitu setelah mendapat
persetujuan dari pemerintah (Kemenkeu, Kemendag, dan otoritas pasar modal),
serta DPR. Dan semua instansi yang menyangkut harga harus dilibatkan. karena
harga yang baru harus disesuaikan dengan rupiah yang baru. Untuk itu maka Bank
Indonesia akan melaksanakan redenominasi melalui tahapan-tahapan yang telah
dijelaskan sebelumnya. Selain itu ada beberapa hal yang merupakan rencana
redenominasi, diantaranya adalah redenominasi akan dibuatkan Undang-undang
tersendiri. Hal ini sesuai pernyataan menteri keuangan, Agus Martowardjojo yang
diungkapkannya melalui media ketika ditemui di gedung DPR. Agus mengatakan:"Sudah dirapatkan dipertemuan terakhir. Bank
Indonesia (BI) telah confirm kepada saya tidak ada masalah terkait isi RUU mata
uang. Yang ada hanyalah redenominasi, dan kita sepakati dipertemuan terakhir
masalah redenominasi akan diatur di UU sendiri," ungkapnya saat ditemui di
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5/2011)”Untuk merealisasikan kebijakan redenominasi
tersebut, terdapat beberapa hal yang harus bisa menjadi faktor berhasilnya
penerapan redenominasi. Antara lain adalah:a. Semua pihak harus
bersatu padu untuk mendukung pelaksanaan redenominasib. Bank Indonesia harus
bekerja sama dengan pembuat kebijakan fiscal, dalam hal ini adalah Departemen
Keuangan untuk merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat dalam pelaksanaan
redenominasic. Sosialisasi yang intens
pada masyarakat tentang pelaksanaan redenominasi. Salah satunya adalah alasan
pemerintah melakukan kebijakan tersebut dan keuntungan yang didapat dari
penerapan redenominasi tersebut.d. Adanya kebijakan dari
pembuat kebijakan fiscal untuk menjaga kestabilan rupiah, juga meningkatkan
ekspor dan sebagainya
Apakah Redenominasi
menyelesaikan masalah?Adalah konsekuensi
logis dari mata uang yang terus mengalami inflasi akan bertambah terus nol-nya
dari waktu ke waktu. Untuk Rupiah, tiga angka nol yang pernah dibuang dengan
susah payah tahun 1965/1966 melalui apa yang dikenal dengan Sanering
Rupiah , tiga angka nol tersebut 32 tahun kemudian kembali memenuhi angka uang
kita bahkan kembalinya cenderung tidak cukup tiga angka nol, melainkan
malah menjadi empat atau bahkan lima angka nol. Akibat dari bertambahnya
angka nol terus menerus tersebut, secara berkala memang dibutuhkan otoritas
yang berani mengambil keputusan untuk me-reset kembali agar
angka-angka nol tersebut kembali ke jumlah semula. (Muhaimin Iqbal,2010)Faktor
penyebab inflasi bisa disebabkan oleh banyak hal yakni depresiasi rupiah,
jumlah uang beredar, defisitnya APBN, maupun pemberian kredit perbankan yang
konsumtif.(suara merdeka,2005). Dari sisi jumlah uang yang beredar yang
menyebabkan inflasi terjadi, disebabkan banyaknya uang kertas yang dicetak
melebihi cadangan emas yang memback upnya. Bahkan setelah penghapusan Bretton
woods agreement, pencetakan uang kertas
bisa tidak diback up emas, maka pencetakan uang kertas bergerak liar. Utamanya pencetakan mata uang dolar AS.Sejenak
menyimak perkembangan alat tukar dunia, pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan,
manusia melakukan barter. Akan tetapi barter terlalu menyulitkan karena belum
tentu barang yang dibutuhkan dapat ditukar dengan barang yang dimiliki, karena
pemilik barang yang kita butuhkan belum tentu membutuhkan barang yang kita
miliki. Misal, pemilik kurma yang hendak menukarnya dengan gandum, belum tentu
pemilik gandum hendak menukarnya dengan kurma. Oleh karena itu diperlukan alat
tukar.Alat tukar
yang kemudian dipakai bermacam-macam, namun semuanya berbasis logam yang
memiliki nilai intrinsik di dalamnya, misal nya dinar Byzantium (solidos),
dinar Yunani (Drachma), dirham Persia, dan qian (dari tembaga) Cina. Mata uang dinar Romawi (Solidos) menyebar ke Arab, termasuk kaum Quraisy
ketika mereka pulang berdagang dari Wilayah Syam, dan mendapatkan dirham Persia
ketika berdagang dengan Persia. Rasulullah mendiamkan penggunaan uang ini.
Demikianlah mata uang tersebut digunakan hingga masa khalifah Umar bin Khathab
yang mencetak dinar dan dirham, seperti dinar Byzantium dan dirham Persia
dengan takaran yg sama, tetapi dibubuhi tulisan Bismillah dan Bismillahi Robbi.
Abdul Malik bin Marwan yang kemudian mencetak dirham tahun 75/76 H dan dinar
tahun 77 H yang dibubuhi teks islami. Sejak itulah kaum muslimin atau khilafah
Islam memiliki mata uang sendiri, yang takarannya setara dengan dinar Byzantium
dan dirham Persia, yakni dinar 4,25 gr emas dan dirham 2,975 gr perak, hingga
masa keruntuhan khilafah tahun 1924 M. Di Eropa setelah Romawi, mata uang yang
digunakan tetap mata uang emas dan perak. Adapun di Cina, uang kertas sudah
dicetak dan digunakan di Cina pada abad ke-9 M. Uang kertas saat itu di-back
up sepenuhnya dengan emas (uang kertas substitusi). Artinya, sistem
mata uang digunakan di dunia adalah mata uang emas dan perak atau berbasis emas
dan perak. Sistem ini terus berlanjut sampai tahun 1944 dalam perjanjian
Bretton Wood, mata uang dunia disandarkan pada emas yang di-back up dengan
emas meski tidak secara penuh.Sistem mata uang emas baru
ditinggalkan sejak Presiden AS, Richard Nixon, pada 15 Agustus 1971 mengumumkan
dolar lepas dari sistem Bretton Woods. Sejak itu sistem mata uang emas
ditinggalkan total dan digantikan dengan sistem mata uang kertas yang sama
sekali tidak di-back-up dengan emas dan atau perak. Uang kertas
jenis ini disebut fiat money dan digunakan di seluruh dunia hingga
sekarang. (Yahya Abdurahaman,2008). Inilah yang menyebabkan pencetakan
uang kertas kemudian bergerak secara tidak terkendali, yang pada gilirannya
dapat memunculkan inflasi, yang mana redenominasi ataupun sanering dianggap
sebagai solusi. Redenominasi
juga dapat menjadikan perbandingan dengan mata uang lain menjadi tidak terlalu
mencolok seperti yang diusulkan Muhammad Iqbal. Dengan menyajikan data
perbandingan harga emas, dalam rupiah dan dolar, dalam grafik logaritmik dimana
jarak satu gridline yang satu dengan gridline dibawahnya
adalah kelipatan 10 – atau merepresentasikan satu angka nol, menurutnya
pada grafik US$ yang hanya melewati satu gridline sepanjang 40
tahun terakhir. Hal ini karena dalam US$ harga emas ‘hanya’ mengalami kenaikan
33 kali selama 40 tahun terakhir. Sebaliknya Rupiah menerobos 3 gridlines
selama 40 tahun terakhir yaitu tahun 1973, 1980 dan 1998. Hal ini terjadi
karena dalam rentang waktu 40 tahun yang sama harga emas dalam Rupiah mengalami
kenaikan sampai 790 kalinya.Maka negara-negara yang
berhasil menekan inflasinya pada angka yang relatif rendah dalam waktu yang
panjang akan semakin jarang menabrak gridline tersebut – negara
semacam ini memang tidak memerlukan redenominasi pada mata uangnya. Tidak
demikian halnya bagi negara yang rata-rata inflasinya tinggi, jumlah angka nol
dalam mata uangnya (yang direpresentasikan dengan banyaknya gridlines
yang ditabrak) akan terus bertambah sehingga apa bila dibiarkan terus akan
menjadi tidak wajar. Mata uang dari negara semacam ini – termasuk diantaranya
Rupiah kita – perlu diredenominasi dari waktu ke waktu.Muhammad Iqbal mencontohkan
skenario redenominasi jika dilakukan pada tahun
1983, yang mana harga emas pada saat itu
per gram dalam Rupiah adalah Rp 12.242/gram dan dalam Dollar
adalah US$ 13.64. Bila tiga angka nol dalam uang Rupiah dihilangkan saat itu,
maka harga emas dalam Rupiah akan menjadi Rp 12.24/gram, sedangkan dalam Dollar
akan tetap US$ 13.64. Artinya bila Rupiah diredominasi pada tahun 1983 dengan
membuang tiga angka nol, maka nilai tukar Rupiah saat itu menjadi 1 US$ = Rp 0.90 ,-Terlihatlah bahwa redenominasi
seolah menjadi solusi atas kesenjangan nilai mata uang rupiah dengan mata uang
lainnya. Dengan penggambaran perbandingan nilai rupiah dengan dolar yang tidak
lagi terlalu jauh, seolah menggambarkan nilai rupiah yang menguat dan stabil,
padahal penguatan tersebut adalah penguatan yang semu. Bukan penguatan yang
menggambarkan kestabilan fundamen ekonomi. Yaitu penguatan yang seharusnya didasarkan pada meningkatnya daya
saing sektor riil yang meningkat sehingga memacu ekspor. Dari peningkatan
ekspor inilah daya saing rupiah menguat. Redenominasi membutuhkan biaya
yang besar untuk mencetak uang baru, untuk sosialisasi sampai pelosok negeri
dan untuk penyediaan infrastruktur yang diperlukan.
Sejauh ini kebijakan apapun yang ada di negeri ini hanya menyentuh level
masyarakat menengah ke atas, yang hanya minoritas. Sementara mayoritas
masyarakat Indonesia yang berada pada posisi ekonomi lemah, dengan taraf
pendidikan yang rendah, yang tersebar hingga pelosok pulau yang terpencil masih
sering terabaikan.K
ebijakan redenominasi lebih
mementingkan minoritas masyarakat dibandingkan mayoritas masyarakat. Sebab
masyarakat menengah ke atas yang terbiasa bertransaksi dengan nominal besar dan
seringkali tidak tunai akan terbantu dengan redenominasi ini. Namun bagi mereka
yang miskin dan bertaraf pendidikan rendah yang sangat terbiasa dengan
transaksi uang yang kecil, mereka tidak hanya kebingungan dengan nilai yang
semakin kecil, tetapi juga akan semakin memiskinkan mereka, jika pemerintah
tidak menyediakan pecahan yang sesuai. Karena mereka akan dipaksa bertransaksi dengan pecahan besar, sementara
pecahan kecil pada mata uang lama yang selama ini mereka miliki tidak akan
berlaku lagi.
Selain itu tetap rakyat dirugikan, sebab biaya pembangunan yang besar akan
dipergunakan untuk biaya mencetak uang yang tidak memiliki keuntungan bagi
sistem ekonomi Indonesia. Lalu jika pemerintah berusaha menerbitkan surat utang
untuk menutupi biaya redenominasi, berarti rakyat juga yang akan menderita.
Sebab, kembali rakyat harus menanggung utang yang sepertinya tidak pernah
habis. Padahal setiap tahunnya negara ini selalu mengalami defisit anggaran
yang selalu ditutup dengan utang luar negeri. Utang ini pun seringkali
digunakan untuk program non produktif, yakni sektor non riil yang lebih
menguntungkan minoritas rakyat dibanding
mayoritas.
Efek meningkatnya utang juga berimbas pada keterikatan pada negara asing
pemberi utang.Tentu saja pendiktean kebijakan dari negara donor akan semakin
gencar. Seperti kita ketahui sudah banyak UU produk pendiktean asing yang telah
diluncurkan. Maka akan lebih banyak lagi kebijakan asing yang semakin mengikat
negara ini, yang menjadikan negara ini semakin tidak berdaya.Redenominasi juga
berpotensi mendorong inflasi jika tidak ada kemudahan bertransaksi pada pecahan
kecil.Sebab, pecahan yang kecil dan tanggung akan mendorong pembulatan angka
untuk memudahkan pembayaran, yang justeru tanpa disadari akan memacu kenaikan
harga barang. Menurut Hendri Saparini, bila ini terjadi secara meluas maka akan terjadi serangan
inflasi secara diam-diam. Masyakat tidak menyadari, hanya merasakan bahwa daya
beli mereka semakin lama semakin melemah.
Redenominasi
juga akan memicu banjirnya barang-barang impor.Apalagi pada era pasar bebas
ini, mengimpor barang menjadi tidak terkendali. Asalkan dianggap murah barang
impor akan menerobos masuk. Hal ini disebabkan nilai konversi mata uang rupiah
yang dianggap menguat terhadap mata uang lain semisal USD.Walaupun pihak BI menyatakan
masalah redenominasi ini baru sekedar wacana, namun tidak berarti masalah ini
akan dibatalkan.Artinya kebijakan redenominasi ini sewaktu-waktu akan tetap
diluncurkan jika pemerintah memandang situasinya sudah tepat. Padahal agenda
perbaikan ekonomi lebih banyak lagi daripada sekedar mewacanakan redenominasi.
Seperti peningkatan dukungan pemerintah terhadap sektor riil, yang akan memberi
stimulus pada peningkatan ekspor. Sebab, selama ini pemerintah cenderung lebih
memprioritaskan dukungan pada peningkatan sektor non riil. Padahal pertumbuhan
ekonomi dan penguatan rupiah hanya akan terjadi dengan kuatnya sektor riil.
Selain itu dengan rencana redenominasi, maka terjadi pengalihan dana
pembangunan dipakai untuk kebijakan redenominasi.K
ebijakan redenominasi jadi diterapkan, akan
menjadikan sistem kapitalisme akan senantiasa bercokol. Karena memang semuanya
berawal dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Oleh
karena itu, jelaslah bahwa Kebijakan redenominasi rupiah
ini sama sekali tidak akan menyelesaikan akar permasalahan sistem ekonomi di
Indonesia. Sebab, akar permasalahan sebenarnya ada pada mata uang dan sistem
ekonomi yang harus dirubah. Untuk itu pemerintah harus merubah dari dua aspek
tersebut ke arah sistem ekonomi dan sistem mata uang yang benar yakni sistem
ekonomi Islam dan sistem mata uang dinar dirham.
Sanering
2.1. Pengertian Sanering
Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti
“penyehatan, pembersihan atau reorganisasi”. Sedangkan menurut konteks ilmu
moneter, sanering adalah pemotongan nilai uang tanpa mengurangi nilai harga, sehingga
daya beli masyarakat menurun
1. Misalnya , jika nilai
uang Rp. 100,- ribu dipotong menjadi Rp. 100,- Karena nilainya sudah di
turunkan, jumlah barang yang di beli dengan uang baru akan lebih sedikit di
bandingkan dengan uang lama. Jika Rp. 100,- ribu lama bisa dapat satu baju,
maka dengan uang Rp. 100,- pecahan baru tidak bisa lagi mendapatkan satu baju
yang sama.
2.2.Dampak Sanering
2.2.1. Dampak positif (manfaat) saneringKebijakan sanering yang pernah dilakukan pemerintah
di Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1950, tepatnya 19 Maret 1950.
Pemerintah melakukan sanering yaitu untuk mengatasi situasi perekonomian
Indonesia yang saat itu sedang terpuruk yaitu utang menumpuk, inflasi tinggi,
dan harga melambung. Hal tersebut disebabkan perekonomian Indonesia yang masih
belum tertata setelah kemerdekaan. Untuk itu pemerintah melakukan tindakan
sanering yang dikenal dengan sebutan
gunting
syafruddin.Kemudian pemerintah kembali melakukan tindakan
sanering yang kedua pada tahun 1959, tepatnya pada 25 Agustus 1959. Hal ini
dilakukan untuk menekan laju infasi sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PERPU) No. 2 dan No. 3 tahun 1959 yang pada intinya melakukan
pemotongan nilai uang kertas dari Rp 500,- dan Rp 1000,- menjadi Rp 50,- dan Rp
100,-. Dan pembekuan simpanan (giro dan deposito) di bank- bank.Selanjutnya pemerintah untuk yang ketiga kalinya
melakukan
tindakan sanering dengan sebab dan alasan yang sama
dengan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi jumlah uang yang beredar yang disebabkan
oleh inflasi. Kebijakan sanering ini dilakukan oleh pemerintah tepatnya pada 13
Desember 1965. Hal ini menyebabkan penurunan drastis pada rupiah dari nilai Rp
1000,- (uang lama) menjadi Rp 1,- (uang baru).Jika dilihat dari sebab terjadinya sanering mulai
dari tahun 1950,1959 dan 1965, maka kebijakan sanering yang dilakukan
pemerintah terlihat adanya dampak positif (manfaat) nya yaitu:1. Pada sanering tahun
1950, untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk
dan belum tertata setelah kemerdekaan, yakni utang menumpuk, inflasi tinggi,
dan harga melambung. Dengan adanya sanering bisa mengisi kas pemerintah yang
kosong setelah kemerdekaan dan menurunkan harga-harga akibat inflasi.2. Sanering pada tahun
1959 dilakukan untuk menekan laju inflasi dan menutup hutang pemerintah di bank
yaitu dengan adanya pembekuan simpanan (giro dan deposito) yang diganti dengan
simpanan jangka panjang oleh pemerintah. Sehingga membantu menutup sebagian
hutang pemerintah.3.Sanering pada tahun 1965
dilakukan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar akibat inflasi yang telah
menjadi hyperinflasi.
2.2.2. Dampak negatif
saneringsetelah diuraikan sebelumnya tentang adanya manfaat
dari kebijakan sanering, akan tetapi terdapat juga dampak negatif dari kebijakan
sanering yaitu:1. Kebijakan sanering yang
dilakukan pada tahun 1950 kurang tepat dilakukan pemerintah pada saat itu
karena menyebabkan terjadinya tindakan sanering berikutnya yang semakin
menyebabkan masyarakat menderita. Dan pada dasarnya sanering tersebut dilakukan
cenderung untuk kepentingan pemerintah semata, yaitu untuk mengatasi hutang
pemerintah yang menumpuk tanpa memikirkan kesulitan rakyatnya yang disebabkan
pemotongan nilai rupiah tersebut.2. Sanering yang kedua
yaitu tahun 1959 menyebabkan banyak bank-bank yang mengalami kesulitan
likuiditas. Sehingga akhirnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
(PERPU) No.2 dan No. 3 yang isinya melakukan penurunan nilai rupiah dan
pembekuan simpanan di bank-bank.3. Sanering yang ketiga
juga tidak membawa perubahan yang lebih baik karena terjadi penurunan secara
drastis nilai rupiah dari Rp 1000,- menjadi Rp 1,-. Setelah itu tanpa henti
terjadi depresiasi nilai rupiah sehingga pada saat terjadi krisis financial di
Asia tahun 1997, nilai rupiah semakin menurun dan tidak berharga.
2.3. Pengalaman Kebijakan Sanering di Indonesia2.3.1. Kebijakan Pertama Kebijakan
sanering terjadi pertama kali dilakukan pada tahun 1950, tepatnya 19 Maret 1950
yang dikenal dengan sebutan
gunting sjafruddin. Kebijakan ini ditetapkan
oleh Syafruddin Prawiranegara, menteri keuangan dalam Kabinet Hata II.
Kebijakan tersebut dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat
itu sedang terpuruk. Yaitu utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung.Menurut kebijakan tersebut uang merah (uang NICA)
dan uang De Javanesche Bank dari pecahan Rp 5,- digunting menjadi dua. Guntingan
kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari
nilai semula. Kemudian guntingan kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas
baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Selebihnya bisa juga tidak
berlaku atau dibuang. Sedangkan bagian kanan juga tidak berlaku, tetapi masih
bisa ditukarkan dengan obligasi Negara sebesar setengah dari nilai semula, dan
akan dibayar 40 tahun kemudian dengan bunga 3 % setahun. Hal ini juga berlaku
pada simpanan di bank.
2.3.2. Kebijakan Senering
KeduaKebijakan sanering yang kedua yaitu terjadi pada
tahun 1959. Kebijakan sanering ini salah satu kebijakan yang dilakukan
pemerintah untuk menekan laju inflasi. Akan tetapi akibat dari kebijakan ini
banyak bankbank yang mengalami kesulitan likuiditas, yang ditanggapi Bank Indonesia
melalui pemberian kredit. Yaitu terjadi pada tanggal 25 Agustus 1959,
pemerintah melakukan kebijakan sanering dengan memberlakukan Peraturan
Pemerintah (PERPU) No. 2 dan No. 3 tahun 1959 yang isinya adalah :1. Penurunan nilai uang
kertas Rp 500 dan Rp 1000 menjadi Rp 50 dan Rp 100 (Perpu No. 2 tahun 1959).
Penukaran uang kertas ini harus di 37 lakukan sebelum 1 Januari 1960 (Perpu No.
6 tahun 1959). Sedangkan untuk nilai uang yang hilang akibat pemberlakuan Perpu
No. 2, tidak akan di perhatikan pada perhitungan laba maupun pajak (Perpu No. 5
tahun 1959, 25 Agustus 1959).2. Pembekuan sebagian simpanan
pada bank-bank (giro dan deposito) sebesar 90% dari jumlah simpanan di atas Rp
25.000, dengan ketentuan bahwa simpanan yang di bekukan akan di ganti dengan
simpanan jangka panjang oleh pemerintah (Perpu No. 3 tahun 1959 tanggal 24
Agustus 1959).
2.3.3. Kebijakan Senering KetigaKebijakan sanering yang ketiga kalinya dilakukan
pada tahun 1965. Tepatnya pada 13 Desember 1965, pada sanering yang ketiga ini
terjadi penurunan drastis dari nilai Rp 1.000,- (uang lama) menjadi Rp 1,-
(uang baru). Kebijakan ini harus dilakukan lagi oleh pemerintah untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar akibat inflasi. Karena sejak dilakukan tindakan
sanering yang kedua, pada tahun 1959, inflasi memang menurun. Akan tetapi harga
tetap menunjukkan kenaikan. Tetapi sejak tahun 1960, inflasi kembali mengalami
peningkatan. Bahkan pada tahun 1962, inflasi meningkat menjadi hyperinflasi.
Untuk itu pemerintah kembali mengeluarkan peraturan melalui Penetapan Presiden Penpres)
No. 27 pasal 3 tahun 1965 yang isinya adalah :“(1) Sesudah 1 (satu)
bulan berlakunya Penetapan Presiden ini maka semua jenis uang kertas Bank
Negara Indonesia dari pecahan-pecahan Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dan
Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) yang beredar sebagai alat pembayaran yang sah
sebelumPenetapan Presiden ini berlaku, tidak lagi merupakan alat pembayaran
yang sah.(2) Sesudah 3 (tiga) bulan
berlakunya Penetapan Presiden ini maka semua jenis uang kertas Bank Negara
Indonesia dari pecahan Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah), Rp.
1.000,-(seribu rupiah) dan Rp. 500,- (lima ratus rupiah) yang beredar sebagai
alat pembayaran yang sah sebelum Penetapan Presiden ini berlaku, tidak lagi merupakan
alat pembayaran yang sah.(3) Sesudah 6 (enam) bulan
berlakunya Penetapan Presiden ini maka semua jenis uang kertas bank, uang
kertas Pemerintah dan uang logam dari pecahan-pecahan Rp. 100,- (seratus
rupiah) ke bawah yang beredar sebagai alat pembayaran yang sah sebelum
Penetapan Presiden ini berlaku, tidak lagi merupakan alat pembayaran yang sah.(4) Penarikan uang rupiah
Irian Barat dari peredaran yang berlaku dan beredar sebagai alat pembayaran
yang sah sebelum Penetapan Presiden ini berlaku, akan diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah”Sejak saat itu akibat dari pengeluaran uang rupiah
baru yang nilinya ditetapkan sebasar 1000 kali uang rupiah lama, tidak berarti bahwa
harga barang-barang dalam rupiah baru menjadi seperseribu dari harga uang
rupiah lama.
3 Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar antara uang
rupiah baru dengan uang rupiah lama bergerak antara 1:10. Jadi , nilai uang
rupiah baru hanya dinilai kurang lebih 10 kali lebih tinggi daripada uang
rupiah lama. Setelah itu tanpa henti terjadi depresiasi nilai mata uang rupiah
sehingga ketika terjadi krisis moneter di Asia tahun 1997 nilai Rp 1,- US $
menjadi Rp 5.500 dan terus-menerus tidakterkendali.
3.
Perbedaan redenominasi dan sanering
Dalam redenominasi tersebut, BI
berencana akan menghilangkan 3 digit dari nilai pecahan rupiah yang ada.
Misalnya dari Rp1.000 menjadi Rp1. Harga
barang yang semula Rp 1.000 juga berubah
menjadi seharga Rp 1. Contohnya, pada
harga bawang putih 1 kilogram Rp.4000, dengan redenominasi tiga digit nolnya
dihilangkan, maka harga bawang putih
menjadi Rp.4. Harga bawang putih tetap, hanya nominalnya saja yang
disederhanakan. Daya beli uang yang dikenakan redenominasi pun tetap. Dengan
uang Rp.4, masyarakat tetap dapat membeli 1 kilogram bawang putih.Sedangkan dalam
sanering, pemotongan uang belum tentu diikuti dengan harga barang. Misalnya
harga bawang putih yang semula Rp 4000, tidak serta merta bisa menjadi Rp 4.
Bisa jadi, harga barang tetap seperti harganya semula. Sementara nilai uang Rp
4000 di masyarakat, telah berubah menjadi Rp 4.
Artinya, daya beli masyarakat akan menurun drastis
dengan adanya sanering. Kita jadi tak mampu membeli bawang putih lagi.
Redenominasi dilakukan pada
saat inflasi terkendali,sementara sanering dilakukan dalam kondisi ekonomi yang
tidak sehat dan inflasi yang melejit tidak terkendali.Perbedaan redenominasi dan
sanering menurut Ihda Faiz, digambarkan dalam tabel berikut :
Perbedaan
|
Redenominasi
|
Sanering
|
Pengertian
|
Penataan
nominal mata uang
|
Pemotongan
nilai mata uang
|
Tujuan
|
Penyederhanaan
angka
|
Mengurangi
jumlah uang beredar
|
Dampak thd masyarakat
|
Tidak
ada (kecuali penyesuaian kebiasaaan)
|
Dirugikan karena daya beli uang turun
|
Daya
Beli Uang
|
Tetap
|
Turun
|
Syarat
kondisi
|
Kondisi
makroekonomi stabil, ekonomi tumbuh
|
Instabilitas
makroekonomi, hiperinflasi
|
Waktu
pergantian
|
Perlu masa transisi yang terukur dan terkendali
|
dilakukan
secara mendesak
|
3. SimpulanTampak jelas bahwa kebijakan redenominasi rupiah tidak akan menyelesaikan
ekonomi di Indonesia, melainkan justru akan menambah biaya pembangunan dan
semakin bercokolnya sistem ekonomi kapitalisme. Redenominasi yang seolah-olah
merupakan solusi yang ditawarkan pemerintah saat ini sangat jauh dari akar
permasalahan perekonomian. Yang menjadi akar permasalahan adalah dengan
perubahan sistem mata uang dan sistem ekonomi Indonesia, ke arah yang lebih
baik.
BI melontarkan wacana
penyederhanaan nilai Rupiah atau redenominasi
, dengan mengatakan bahwa
pemotongan nilai Rupiah dalam konsep redenominasi tidak sama dengan sanering
pada masa orde lama lalu.
1.2.
Syarat-syarat Redenominasi
Dari tabel tersebut tergambar adanya
perbedaan, namun antara istilah redenominasi dan sanering seringkali
memunculkan keresahan di tengah masyarakat. Karena pada prakteknya tidak selalu
mulus , dan jika terjadi kegagalan dapat memunculkan gejolak di tengah
masyarakat. Junanto Herdiawan mengibaratkan istilah redenominasi sebagai istilah licin, karena ketidakmulusan
penerapannya. Sebagai contoh, Turki menjadi negara yang berhasil melakukan
redenominasi mata uangnya, dengan memperkenalkan New Turkish Lira. Namun di
sisi lain, Korea Utara menjadi contoh negara yang masih mengalami masalah
dengan redenominasi mata uang Won-nya, yang dilakukan pada Desember 2009 lalu.
Pasar gelap bermunculan, dan masyarakat melarikan uangnya ke Yuan ataupun Dolar
Amerika karena panik.Bahkan jika gagal memungkinkan untuk
berubah menjadi sanering, seperti yang diungkapkan Deputi Gubernur BI, Budi Rochadi pada wartawan,
Selasa (3/8)
yang mengatakan, sebenarnya redenominasi sudah pernah dilakukan Indonesia pada
tahun 1966. Namun karena saat itu inflasi di Indonesia sedang tinggi, maka
redenominasi yang diberlakukan pemerintah justru gagal mengamankan
perekonomian.Saat itu, uang Rp1.000 menjadi Rp1. Karena gagal, tahun itu juga
BI sekaligus melakukan sanering, yakni melakukan pemotongan uang dimana yang
dipotong hanya nilai uangnya saja. “Jadi kita sudah pernah redenominasi sekali
dan sanering sekali. Waktu itu karena inflasi redenominasi gagal. Sekarang kita
usulkan lagi wacana redenominasi karena inflasi kita sudah terkendali,” kata
Budi.
Muhammad Iqbal
menyebutkan bahwa Salah satu cara untuk melihat perlu tidaknya redenominasi
dilakukan adalah dengan mengukur daya beli uang fiat (uang kertas) terhadap
suatu komoditi baku (atau sekelompok komoditi) yang nilainya stabil sepanjang
masa, misalnya harga emas.Disebutkan pula bahwa
redenominasi sebaiknya dilakukan pada saat harga emas melewati gridline
tertentu yang dipandang sudah terlalu tinggi dalam mata uang yang bersangkutan.
Bila persentuhan pada gridline ini bersamaan dengan situasi ekonomi dan inflasi
yang stabil, maka namanya adalah redenominasi. Tetapi bila persentuhannya
bersamaan dengan gonjang-ganjing ekonomi dan inflasi tinggi – maka namanya
adalah sanering.
Simpulan dan Saran
kk tio artikelnya tentang fakultas ajah apa peternakan gitu biar sekalian sering itu kaya.nya lebih seru dehhh.....
BalasHapusiyah nanti tak usahain
Hapusini materi buat makalah kelas.... jadi tak posting ja
huhuhu kaka tio ,, yaudah ngggak papa kok ,, tapi bermanfaat ...
Hapustapi alangkah lebih baik jika menyakut teknologi tentang peternakan ???
cocok kak,,, posting tntng pternakan aja yang banyak...
BalasHapusMakasih yo ini sangat berguna buat nambah referensi tugas IEU :D
BalasHapusiya ega... makasih ya....
Hapuskalau ada tugas di kopas aja tuh
Bercokolnya itu maksud'a gimana? baku engga kata tersebut utk sebuah makalah?
Hapushmm jngn diajarin plagiat kk tio ,,,ntr ega nggak bisa-bisa huhuhuuhuh
Hapusterus ngajarinnya apa dong?
Hapusbingung kie
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusditambah gadget dong :)
BalasHapushe.em
Hapuslha blog mu udah ada gadget nya belum... kok berani komen kayak gitu
makalah sudah bagu
BalasHapusaku suka... tapi tulisannya kecil-kecil
itu kalau buat besar artikelnya nnt ke banyakan mas..... itu tuh sebuah makalah... menurt anda apa aku perlu besarn lagi
Hapuspake readmore" deh biar enk blognya. truskode veriv dhpus... //
BalasHapuscaranya gimana tuh?? bingung kie
Hapustulisannya di perbaiki lagi mas broo, apa gak terlalu kecil itu ?
BalasHapusCMIIW
hehehehehehehehe
Hapusiya nie terlalu kecil
biar pembacanya rajin pake kaca mata
bagus nih , tapi mungkin fontnya agak di gedein dikit biar ga pusing bacannya
BalasHapusiya makasihnya ata komentarnya and sarannya
Hapusiy mungkin nnti aq akan besarin fontnya
matkul ekonomi yaa.. bagus2.. tapi tulisannya terlalu imut, jadi susah bacanya..
BalasHapuscoba digedein lagi yaa
hehehehehehe
Hapusbacanya lewat hati to ya.. nanti pasti lebih mudeng
sanagt membantu dalam pelajaran nih..
BalasHapusiya din.... manfaatin yah materinya
Hapus